DARAH DAN JIWA EMAK UNTUK KAMI
Desa nan indah terpencil hiduplah seorang janda
bernama aminah yang memiliki lima anak,dua anak laki-laki dan tiga anak
perempuan,dua anak laki-laki yang lebih tua dari ketiga anak perempuannya
bekerja dengan saudagar kaya yang ada di desa itu,bekerja sebagai kenek
kapal,sehingga sering ke laut dan jarang pulang,sementara di pondok kecil yang
hampir roboh,tinggallah janda itu bersama ke tiga anak perempuannya,mak minah
sangat menyayangi anak-anaknya.
Di pagi yang cerah,tampak bola matahari yang
bersinar di upuk timur,angin pagi yang sepoi-sepoi mengiringi langkah-langkah
kaki mereka,mereka bersama-sama di kebun belakang pondok menanam berbagai macam
sayuran,sambil bercanda ria menikmati udara segar di pagi hari,tampak
sekelompok burung-burung berkicau dengan merdu,kupu-kupu nan indah menghinggapi
sayur mayur mak minah yang sedang berkembang.
Tuan omeng saudagar kaya di desa itu,memiliki kebun
berhektar-hektar,dan memiliki kapal-kapal besar pengangkut barang-barang,dan
memiliki dua istri,sebenarnya menyimpan rasa pada mak minah,namun di tolak oleh
mak minah, walaupun gelimang harta yang di tawarkan tuan omeng,namun mak minah
tetap menolak,mak minah begitu setia kepada almarhum suaminya,dan dia tidak akan
bersuami lagi,lagipula,akan ada banyak yang sakit hati dan tidak terima kalau
menjadi istri tuan omeng,terlebih lagi ia mengetahui bahwa istri pertama tuan
omeng bersikap kejam terhadap madunya,walaupun hidup susah,mak minah tidak akan
mengambil kebahagiaan dan kemewahan diatas kesakitan hati orang.maka sedikit
kecewalah perasaaan tuan omeng.
Sehari-hari Mak minah bekerja membersihkan ladang
dan kebun warga sekitar,bekerja membanting tulang Dari pagi hingga petang,demi
mencari sesuap nasi untuk ke tiga anak nya yang masih kecil,semenjak suaminya
meninggal,ia lebih banyak bekerja daripada mengurus anak-anak nya di pondok,di
suruh nya biyah anak perempuannya yang paling tua menjaga adik-adik nya
dipondok.
Meskipun begitu, mak minah sangat khawatir,di
tengah canda tawa teman-teman satu kerja,sersirat jiwa sangat khawatir akan hal
yang akan terjadi dipondok,ingin rasa nya mak minah melewati hari-harinya
bersama keluarga,namun ia harus bekerja untuk bertahan hidup.
Pada suatu ketika di saat teriknya matahari,mak
minah bekerja,dengan perasaan tidak enak,terbayang bulan anak nya yang paling
kecil berusia 2 tahun,hingga lukalah tangan nya terkena tajak pada saat
memotong rumput,berkecamuk dengan sangat di dalam hati,tak ter tahan
lagi,pulanglah mak aminah dengan meminta izin kepada bos,bos pun
mengizinkan,sesampai di pondok di lihat nya bulan sakit panas di atas tikar,biyah
dan unan kakak nya pun khawatir pada saat itu,mau nyusul mak minah keburu
pulang,sedikit lega biyah ada mamak pulang.
Karena tak ada puskesmas di desa itu,mak minah
hanya mengandal kan ramuan asli desa sebagai penurun panas,di gosokkan lah
air daun ramuan tersebut di seluruh
tubuh bulan,sambil meneteskan air mata,mak minah memeluk anak-anaknya dengan
rasa keibaan terhadap anak-anaknya yang masih kecil-kecil.tak lama reda lah
sedikit panas bulan.
Hari pun mulai petang,azan berkumandang dari
langgar samping sungai,maka bergegas mak minah dengan biyah dan unan shalat magrib,selesaipun
mereka berdo’a sambil meneteskan air mata,do’a mak minah yang selalu di
panjatkan adalah agar anak-anak nya nanti tidak hidup sengsara lagi,mak minah
berkeinginan memiliki lahan kebun yang luas,namun lahan kebun yang ia miliki
sangat kecil.
tak ada upah hari ini,di lihatkan nya lampu
kaleng yang di buat dari kaleng bekas,tampak kosong di dalam,dan tak ada minyak
tanah sedikitpun,suasana semakin gelap,anak-anak sudah mulai lapar sesekali
menguap serasa ngantuk,mak minah mencari akal agar malam ini mereka tidur dalam
keadaan kenyang dan dalam keadaan terang.
Kebawah lah mak minah dengan pikiran seribu
akal,di lihatnya di remang-remang malam sekelompok kunang-kunang indah
menari-nari dalam sesemakan,di tangkaplah beberapa kunang-kunang,di masukkan
nya di dalam toples kecil,maka serupalah dengan lampu. Sedikit tenang dalam
hati, kemudian di lihatlah di kebun belakang pondok, pakai tajak di gali lah
batang ubi kayu yang masih muda,tampak lah ubi kayu masih berakar, dilihatnya
batang jagung manis berbuah kecil, di lihatlah isinya,seperti hanya rambut
bonggol belum bergigi,hati pun resah mendengar bulan menagis sayup-sayup dari
pondok.
“tak salah lagi,bulan pasti lapar”,katanya.
Di ambilnya jala di samping pondok,pergilah ia
kesungai sambil berlari,di lihatnya riak-riak renang ikan-ikan dengan ukuran
sedang di remang-remang malam itu,dengan sigap dan semangat,di jalalah
ikan-ikan itu hingga dapat lah ia beberapa ekor,di bersihkannya lah ikan
itu.tiba-tiba aroma wangi pun ia hirup,di lihatnya lah diatas ada pohon mangga
yang tengah berbuah muda,di panjatkan lah ia pohon tersebut,sengatan
semut-semut merah pun tak dihiraukan hingga dapatlah beberapa buah mangga.
Langsunglah ia mengajak ke tiga anaknya ke samping
pondok,di kumpulkan lah ranting-ranting di sekitar pondok,di bakar lah
ikan-ikan tadi,kemudian di gilinglah mangga muda tadi dengan sedikit cabai dan
terasi,maka makanlah mereka dengan ikan bakar yang di cocol dengan sambal
mangga muda,suasana pun menjadi canda tawa,sesekali di nyanyikan lah mak minah
lagu dagang menumpang sambil memukul kentong musik.suasana terang bulan yang
sunyi menjadi suasana penuh canda tawa.
Kenyang pun terasa di perut anak-anak,unan dan
bulan sepertinya sudah mengantuk,di tidurkannya bulan dengan susuan,dan
terlelaplah di atas tikar.mak aminah belum shalat isya,’maka,bergegeslah mereka
shalat dan nanti selesai shalat bu aminah mengajari biyah dan unan
mengaji,dengan terkantuk-kantuk si unan membaca juz-ammah,dengan mata yang
berat dan kepala onggak-angguk,terlihat sempoyongan,dan suara terdengar
teller,ketawalah si biyah dan tersenyumlah mak minah melihat tingkah unan yang
begitu lucu.
Akhirnya mereka tidur dan terlelaplah…..
Tiba-tiba datang gemuruh angin,perlahan suasana
sunyi malam berubah,tiupan angin perlahan kencang,hingga kedinginanlah
mereka,sepertinya mau hujan malam itu,mak minah pun siaga,pondok yang kecil itu
tidak hanya bocor,tetapi juga kurang kuat,mak minah ke dapur dan mengambil kain
dan di selimutkannya anak-anaknya.rintik hujan pun mulai turun,diiringi dengan
suara petir yang menggelegar,mak minah memeluk erat bulan,mak minah takut bulan
terbangun dan menangis,tepatlah tetesan hujan mengenai kening mak minah dari
atap yang bocor,tak di herankannya lagi,ia tetap memeluk bulan.
Keesokan subuhnya,seperti biasa sebelum berangkat
kerja mak minah pergi ke rumah saudagar kaya raya sebagai buruh cuci di
rumahnya,rayuan pun terus di lontarkan tuan omeng,sampai-sampai akan membangun sebuah
rumah besar buat mak minah apabila mak minah mau menjadi istrinya,namun tak di hiraukan.maka
sepulang mencuci,dapatlah sedikit uang dari hasil cuciah hari ini,di belikanlah
ubi kayu dari kebun warga yang telah panen,pagi ini mereka makan ubi kayu rebus.
Pada saat bekerja,seperti biasa teringat
anak-anak di pondok,perasaan khawatir terus di rasakan,makan pun tak enak.
Sementara di pondok,tidur sianglah biyah dan
adik-adiknya, kemudian datanglah tiga orang laki-laki berpenampilan
semberwutan,menghampiri pondok,dengan kasarnya mereka membawa biyah dan
adik-adiknya dari pondok,tak bisa berkutik apa-apa,mulut pun di sekap, dan di
bawalah pergi.
Lagi-lagi mak minah merasakan
kekhawatiran,sampai-sampai kepala nya pusing dan hampir roboh pada saat
menajak,maka di bantulah salah satu teman kearah pondok kebun,maka mak minah
resah,lagi-lagi ia ingin pamitan pulang sebentar,untuk memastikan keadaan
anak-anaknya di pondok,maka bergegas sambil berlari ke pondok.
Tiba di pondok,tak ada siapapun di dalam,kaget
dan khwatir lagi-lagi,berkecamuk langsung menjerit memanggil anak-anaknya
sambil menangis,langsunglah ia terjun dari pondok dan pergi ke rumah tuan omeng
untuk meminta bantuan.
Dengan iba,tuan omeng langsung bergegas
mengerahkan anak buah nya mencari anak-anak mak minah ke hutan-hutan,barangkali
penculik pergi belum jauh.maka pergilah ramai-ramai ke dalam hutan,tuan omeng
pun langsung ikut serta mencari. Di tengah hutan, tiba-tiba mereka semua
berhenti,tersentak kaget mak minah,lalu bertanya,mereka pun hanya diam,dari
belakang di sekap lah mak minah juga oleh salah satu anak buah,lalu mereka membawa
mak minah ke sebuah pondok kecil di tengah hutan,maka di lihatlah anak-anak nya
di pasung di dalamnya,terlihat lemas dan kelaparan,dengan marahnya mak minah
menjerit dan meronta ingin rasanya menggiling wajah tuan omeng yang merupakan
dalang dari semuanya,dan berkatalah tuan omeng bahwa ia sangat sakit hati atas
penolakan mak minah.
Di pasunglah mereka anak beranak di pondok kecil
tengah hutan dengan sebuah pilihan oleh tuan omeng,maka akan melepaskan mereka
asalkan mak minah mau menikah dengannya,atau membiarkan mereka mati kelaparan
dan akan meneggelamkan Ibrahim dan Husain di anak laki-lakinya di laut apabila
mak minah menolak.
Mak minah tidak bisa berbuat apa-apa,namun tidak
pula gegabah mengambil keputusan,maka tidak ada keputusan hari itu,maka pergilah
tuan omeng dan anak buah nya pulang,tinggalah mereka anak beranak dengan pasungan
yang kuat.
malam pun menyongsong,remang-remang malam itu
sangat mengerikan di tengah hutan,suara auman harimau pun terdengar,di lihat
lah anak-anaknya semakin lemas dan kelaparan hingga tidak ada suara keluar dari
mulut mereka,melihat kesengsaraan anak-anaknya,kuat tekad mak minah untuk
keluar dari penderitaan ini,seribu akal berputar di benaknya,di lihatnya di
sekitar nya,maka di lihat nya serpihan kaca di kaki biyah,maka di panggillah
biyah dengan nada menyemangati biyah,maka terbangun lah biyah dan di mintanya
untuk menguil kaca itu kepada nya,maka di lakukan lah biyah sehingga tepat
sasaran ke mak minah,maka di ambillah kaca itu,di gesekkan lah ke tali yang
meliliti tangannya,maka lepaslah tali ikatan,kemudian di pukullah pasungan yang
ada di kakinya,dengan semangat lepas lah sisi pasungan,maka bebaslah,di
bebaskan lah anak-anaknya,maka mereka pun berpelukan,bulan dan unan sangat
kelaparan dan tidak berdaya,tak bisa berbuat apa-apa lagi,maka di lihatlah di
atas pohon kelapa yang begitu tinggi,maka tampaklah serumpun kelapa muda,di
panjatlah pohon kelapa maka dapatlah beberapa kelapa muda,di minumkannya ke
anak-anaknya.
Anak-anak pun mulai sadar sedikit membaik,seketika
terdengar suara ribut-ribut semakin mendekat,tidak salah lagi itu tuan omeng
dan pasukannya,maka mak minah mencari akal agar semua kondisi aman,di goreskan
nya serpihan kaca mengenai tangan nya,keluarlah dara segar begitu banyak,di
sobeknya bajunya dan baju biyah,di lumurilah darah tadi,sedikit tempat sekitar
di lumuri juga dengan darah,maka jadilah jejak tipuan, bergegaslah mak minah
mengajak anak-anak mencari tempat persembunyian,di temukannya lah sebuah pohon
besar yang berakar besar yang memiliki celah-celah yang cocok untuk
persembunyian,masuk lah mereka ke dalam celah akar itu.sampailah tuan omeng
seketika tak ada satupun di pondok,maka marahlah tuan omeng dengan anak buah
nya,anak buah nya memperlihatkan kepada tuan omeng baju sobek berlumur
darah,maka beranggapanlah mereka bahwa mak minah sekeluarga mati di makan
harimau buas,maka tertawalah mereka dengan hati puas.
Hari ini Ibrahim dan Husain pulang dari
laut,bahkan beberapa jam lagi mereka sampai,mak minah sangat khawatir akan dua
anak laki-lakinya,takut tuan omeng meperlakukan hal yang sama sepertinya,di
istirahatkannya anak-anak di akar pohon itu,dengan di tutupi daun kelapa
banyak-banyak maka sekira aman,barulah ia pergi ke pelabuhan mengintai anaknya
datang,maka seketika sampailah kapal ketepi,di lihatnya dengan tersenyum Husain
dan Ibrahim sibuk mengemas barang-barang,maka menghampirlah tuan omeng ke kapal,
di katakannyalah bahwa mak imah dan adik-adiknya mati di makan harimau saat
mereka mencari pakis di tengah hutan,maka tersentak kaget tak percaya,dengan
rasa khawatir mereka berdua langsung pergi ke tengah hutan,tuan omeng pun
lagi-lagi tertawa kegirangan,dan menganggap mereka berdua akan bernasib sama
dengan mak nya di makan harimau,di laranglah semua orang memasuki hutan yang ia
anggap hutan buas.
Saat memasuki hutan,mereka di panggil oleh mak
minah dari arah semak-semak,melihat mak minah mereka sangat kegirangan,lama
tidak bertemu membuat mereka sangat rindu akan mak minah dan adik-adik,maka di
bawalah Husain dan Ibrahim ke pohon besar berakar besar,di lihatlah
adik-adiknya dengan wajah pucat-pucat,menangislah mereka berdua dan langsung
bertanya.
“,bagimana bisa tuan omeng mengatakan bahwa emak dan adik-adik meninggal di makan harimau,kami
harus menghajar tuan omeng,pasti dia yang membuat emak dan adik-adik seperti
ini,”cetus Ibrahim
mak minah tersenyum dan berkata :” tidak terjadi
apa-apa anak ku,tuan omeng hanya mengira emak meninggal karena emak tidak
pulang-pulang setelah memasuki hutan,emak kehutan karena ingin membuka lahan
kebun di hutan ini,biar kita punya kebun yang luas,lihat adik-adik
kalian,mereka harus tidak menderita lagi.”,alasannya.
berbohong adalah alasan yang tepat bagi mak minah
agar kedua anaknya tidak memusuhi tuan omeng.
Mak minah melarang anak-anaknya bertemu dengan
tuan omeng lagi,mak minah mengajak anak-anaknya membuka lahan perkebunan di
tengan hutan,letak nya dekat sungai yang jernih,ada banyak ikan di sungai
itu,tanah nya pun subur,bahan baku untuk membuat pondok pun tersedia dengan
banyak,maka di buatlah pondok yang lebih besar dari pondok sebelumnya.
Selang beberapa bulan hidup aman,bahagia,dan
segala kebutuhan hidup lebih layak dari sebelumnya,bahkan hasil kebun panen
melimpah,di juallah kekota,semakin lama mereka semakin hidup serba
berkecukupan.
Tersenyum bahagia mak minah melihat anak-anaknya
bercanda ria,sesekali meneteskan air mata,dalam hati nya berbicara”anak kita
sudah besar-besar,pintar-pintar,semoga abah bahagia di sana melihat semua ini,
emak selalu menjaga hati ini untuk abah”.
SELESAI
Cerpen ini di tulis dan di karang oleh saya sendiri ANJU ARWANI,menceritakan sosok ibu yang sayang kepada anak-anaknya,ibu yang tegar sekuat tenaga menjaga anak-anaknya dan menjaga cinta sejatinya terhadap almarhum suaminya,sosok ibu yang kuat dan bertanggung jawab. ini adalah cerpen pertama saya,pertama kali menulis cerpen,mohon keritikannya,saya rasa banyak kekurangan dari cerpen ini.
Anju.arwani@yahoo.com