Kamis, 25 Juni 2015

Cerpen ' Konflik Pasar Angso Duo '



Konflik Pasar Angso Duo
Anju Arwani


PEET…!PEET…!Brm…!Brm…!Kick…!Kick…!. Hiruk-pikuk di pagi minggu yang sangat cerah menyinari Pasar Angso Duo dalam ramainya suasana kota “Tanah Pilih Pusako Betuah”. Berjejeran penjual sayuran mendagangkan dagangannya,dari ujung ke ujung padat dengan warga jambi yang sedang berbelanja di pasar itu.
Bu timah sedang merapikan dagangannya,seperti biasa lapak bu Timah adalah lapak yang paling rapi di antara lapak-lapak pegadagang yang lain. Bu timah menjual berbagai macam sayuran yang di ambilnya langsung di kebunnya.
Tiba-tiba iya melihat di belakangnya…
“Hey pak,kalo parkir tu ha di sano,tempat parkir khusus,jangan di siko,sayo nak bejualan,ni nah abis sayuran sayo kelendes balang motor bapak!”
“Ai bu,sayo cuma sebentar,nah nunggu orang rumah beli sayur,kalo dak pecayo,tanyo ibu sebelah tu ha,namo sayo somad,dak pernah nyombong,lagi pulo ko pasar bukan punyo ibu,malah ibu sibuk dewek!”
“Nah macam mano pulak,di siko lapak sayo pak,sayo yang bekuaso di dekat lapak sayo ni,wajar la sayo marah,mato pencarian sayo bapak usik!”
“Alah bu,dikit jugo yang keno ban sayo,selebihnyo elok la tu,dak bakalan rugi la ibu,sensitip nian ibu-ibu di pasar angso duo ni…”
Sudah sano,pegi jauh-jauh,bikin kesal be,sano-sano jangan kemari lagi!...”
***
Kesal bercampur capek bu Timah pagi itu,wajahnya kusam tak sedap di pandang,wanita berbaju kaos dengan celana pendek memakai topi itu,enggan berteriak mulut obral pagi itu,pembeli pun urung mendekatinya.
Namun,tiba-tiba seorang ibu menghampirinya.
“Pagi bu,wah cabainya segar-segar ya bu,alami sekali,baru di petik ya bu?”
“Hmm,..iyo bu,baru be sayo petik di kebon sayo,sekilo nyo lima puluh ribu bu,mau dak?” wak timah mulai semangat menawarkan.
“Iya bu,saya mau ambil sekilo,kebetulan dari cabai-cabai yang saya lihat,cabai ibu yang paling segar,terus bersih lagi.”
“Wah,…mokasih bu pujiannyo,ilang emosi sayo karno pujian ibu,mudah-mudahan rezeki sayo lancar hari ni,dak sial, amin.”
“Amin ibu,emang kenapa ibu emosi kalau boleh tahu?”
“Tadi tu ado bapak-bapak,seenak nyo be parkir di dekat lapak sayo,keno lah sayuran sayo dengan balang motornyo,dak emosi di buatnyo!”
“Oh begitu,kalau begitu jangan di fikirin lagi bu,nanti ibu tidak semangat jualannya.”
“Yo bu,sayo jadi semangat bejualan karno ibu,makasih sudah beli cabe sayo yo bu,lain kali mampir lagi ke lapak sayo,ni bu cabe nyo satu kilo...”
“Iya bu,terimakasih bu.”
***
Tiba-tiba seorang bapak-bapak memakai motor menghampiri,bu Timah pun langsung menoleh kearahnya dengan nada emosi yang meluap-luap,ternyata yang datang pak Somad lagi.
“Woy,pak,ngapo kesini lagi,cari balak bapak ni,apo mau bapak ha!...”
“Apo dio bu,ni jalan umum,terserah sayo la nak melintang pokang di siko,kok ibu sewot nian,pantas la ibu cepat nian tuo.”
“Berani nian kau ngomong cek itu,kau tau dak,aku preman di sini,jangan main-main kau,sekarang pegi dak kau,sebelum aku ngamuk!…”
Ibu yang tadi mendekati wak timah.
“Sudah-sudah ibu,sabar… oh,jadi bapak ini yang parkir di lapak ibu…( wak timah mengangguk). Kalau begitu,ibu tenang dulu,biar saya yang bicara dengan bapak ini.”
Menghampiri bapak dan kemudian kembali dengan membawa uang seratu ribu.
“Bu,ini bu,buat ibu,sebagai pengganti sayur ibu yang rusak,”
“Ngapo pulak kok jadi ibu yang gantiin kerugian sayo,jangan terlalu baek nian bu,seharusnyo bapak tu lah yang minta maaf dan ganti rugi!”
(tersenyum) “Bu,bapak itu adalah suami saya bu,dia menemani saya belanja pagi ini,kebetulan suami saya libur kerja hari ini,sekali lagi maaf kan suami saya ya bu,…
( menoleh ke bapak) “Bapak ,lebih baik bapak minta maaf kepada ibu ini,lihatlah,ibu ini menjual cabai yang begitu segar,dan lapak nya pun rapi dan bersih,wajar lah pak ibu ini begitu sangat memperhatikan lapaknya,karena ini satu-satunya mata pencariannya,konsumen pun akan ramai membeli sayur disini termasuk saya, karena sayurnya bersih dan segar,itu berarti ibu ini peduli dengan konsumennya.”
Menyalami bu Timah.
“Bu,maapin sayo bu,dan terimolah duit itu bu,sebagai ganti rugi sekaligus terimokasih sayo yang sebesar-besarnyo,kareno kalo ibu dak marah-marah tadi,sayo bakalan terus dak taat dengan aturan.”
“Iyo pak,sayo jugo minta maaf,dak seharusnyo sayo becakap sekasar tu, seharunyo sayo biso ngomonginyo baik-baik,dan sayo jugo berterimokasih yang sebesar-besarnyo kepado ibu,kareno nasihat-nasihat ibu hari ni buat sayo sadar bahwasanyo,rezeki semuonyo tuhan yang ngatur,sayo marah-marah dan emosi hari ni pun tuhan masih membagi rezekinyo untuk sayo.”
“Iya bu,sama-sama,…oh iya bu,nama ibu siapa,kita kenalan dulu,nama saya bu Minah dan itu suami saya pak Somad.”
“Oh iyo bu,namo sayo bu Timah,kalo orang-orang siko la tau semuo ibu ni siapo,kalo ado apo-apo butuh bantuan sayo,bilang bae bu,dan laen kali beli cabenyo di sini bae,buat ibu samo bapak dapat diskon,hehe.”
“Iya bu,yaudah saya mau permisi pulang dulu bu,masih banyak kerjaan di rumah,sampai ketemu ya bu,…”
“Iya bu,pak,sampai ketemu jugo,hati-hati di jalan.”
***

Senin, 29 Desember 2014

CERPEN "Darah dan jiwa emak untuk kami" by ANJU ARWANI

DARAH DAN JIWA EMAK UNTUK KAMI



Desa nan indah terpencil hiduplah seorang janda bernama aminah yang memiliki lima anak,dua anak laki-laki dan tiga anak perempuan,dua anak laki-laki yang lebih tua dari ketiga anak perempuannya bekerja dengan saudagar kaya yang ada di desa itu,bekerja sebagai kenek kapal,sehingga sering ke laut dan jarang pulang,sementara di pondok kecil yang hampir roboh,tinggallah janda itu bersama ke tiga anak perempuannya,mak minah sangat menyayangi anak-anaknya.

Di pagi yang cerah,tampak bola matahari yang bersinar di upuk timur,angin pagi yang sepoi-sepoi mengiringi langkah-langkah kaki mereka,mereka bersama-sama di kebun belakang pondok menanam berbagai macam sayuran,sambil bercanda ria menikmati udara segar di pagi hari,tampak sekelompok burung-burung berkicau dengan merdu,kupu-kupu nan indah menghinggapi sayur mayur mak minah yang sedang berkembang.

Tuan omeng saudagar kaya di desa itu,memiliki kebun berhektar-hektar,dan memiliki kapal-kapal besar pengangkut barang-barang,dan memiliki dua istri,sebenarnya menyimpan rasa pada mak minah,namun di tolak oleh mak minah, walaupun gelimang harta yang di tawarkan tuan omeng,namun mak minah tetap menolak,mak minah begitu setia kepada almarhum suaminya,dan dia tidak akan bersuami lagi,lagipula,akan ada banyak yang sakit hati dan tidak terima kalau menjadi istri tuan omeng,terlebih lagi ia mengetahui bahwa istri pertama tuan omeng bersikap kejam terhadap madunya,walaupun hidup susah,mak minah tidak akan mengambil kebahagiaan dan kemewahan diatas kesakitan hati orang.maka sedikit kecewalah perasaaan tuan omeng.

Sehari-hari Mak minah bekerja membersihkan ladang dan kebun warga sekitar,bekerja membanting tulang Dari pagi hingga petang,demi mencari sesuap nasi untuk ke tiga anak nya yang masih kecil,semenjak suaminya meninggal,ia lebih banyak bekerja daripada mengurus anak-anak nya di pondok,di suruh nya biyah anak perempuannya yang paling tua menjaga adik-adik nya dipondok.
Meskipun begitu, mak minah sangat khawatir,di tengah canda tawa teman-teman satu kerja,sersirat jiwa sangat khawatir akan hal yang akan terjadi dipondok,ingin rasa nya mak minah melewati hari-harinya bersama keluarga,namun ia harus bekerja untuk bertahan hidup.

Pada suatu ketika di saat teriknya matahari,mak minah bekerja,dengan perasaan tidak enak,terbayang bulan anak nya yang paling kecil berusia 2 tahun,hingga lukalah tangan nya terkena tajak pada saat memotong rumput,berkecamuk dengan sangat di dalam hati,tak ter tahan lagi,pulanglah mak aminah dengan meminta izin kepada bos,bos pun mengizinkan,sesampai di pondok di lihat nya bulan sakit panas di atas tikar,biyah dan unan kakak nya pun khawatir pada saat itu,mau nyusul mak minah keburu pulang,sedikit lega biyah ada mamak pulang.

Karena tak ada puskesmas di desa itu,mak minah hanya mengandal kan ramuan asli desa sebagai penurun panas,di gosokkan lah air  daun ramuan tersebut di seluruh tubuh bulan,sambil meneteskan air mata,mak minah memeluk anak-anaknya dengan rasa keibaan terhadap anak-anaknya yang masih kecil-kecil.tak lama reda lah sedikit panas bulan.

Hari pun mulai petang,azan berkumandang dari langgar samping sungai,maka bergegas mak minah dengan biyah dan unan shalat magrib,selesaipun mereka berdo’a sambil meneteskan air mata,do’a mak minah yang selalu di panjatkan adalah agar anak-anak nya nanti tidak hidup sengsara lagi,mak minah berkeinginan memiliki lahan kebun yang luas,namun lahan kebun yang ia miliki sangat kecil.
tak ada upah hari ini,di lihatkan nya lampu kaleng yang di buat dari kaleng bekas,tampak kosong di dalam,dan tak ada minyak tanah sedikitpun,suasana semakin gelap,anak-anak sudah mulai lapar sesekali menguap serasa ngantuk,mak minah mencari akal agar malam ini mereka tidur dalam keadaan kenyang dan dalam keadaan terang.

Kebawah lah mak minah dengan pikiran seribu akal,di lihatnya di remang-remang malam sekelompok kunang-kunang indah menari-nari dalam sesemakan,di tangkaplah beberapa kunang-kunang,di masukkan nya di dalam toples kecil,maka serupalah dengan lampu. Sedikit tenang dalam hati, kemudian di lihatlah di kebun belakang pondok, pakai tajak di gali lah batang ubi kayu yang masih muda,tampak lah ubi kayu masih berakar, dilihatnya batang jagung manis berbuah kecil, di lihatlah isinya,seperti hanya rambut bonggol belum bergigi,hati pun resah mendengar bulan menagis sayup-sayup dari pondok.

tak salah lagi,bulan pasti lapar”,katanya.

Di ambilnya jala di samping pondok,pergilah ia kesungai sambil berlari,di lihatnya riak-riak renang ikan-ikan dengan ukuran sedang di remang-remang malam itu,dengan sigap dan semangat,di jalalah ikan-ikan itu hingga dapat lah ia beberapa ekor,di bersihkannya lah ikan itu.tiba-tiba aroma wangi pun ia hirup,di lihatnya lah diatas ada pohon mangga yang tengah berbuah muda,di panjatkan lah ia pohon tersebut,sengatan semut-semut merah pun tak dihiraukan hingga dapatlah beberapa buah mangga.

Langsunglah ia mengajak ke tiga anaknya ke samping pondok,di kumpulkan lah ranting-ranting di sekitar pondok,di bakar lah ikan-ikan tadi,kemudian di gilinglah mangga muda tadi dengan sedikit cabai dan terasi,maka makanlah mereka dengan ikan bakar yang di cocol dengan sambal mangga muda,suasana pun menjadi canda tawa,sesekali di nyanyikan lah mak minah lagu dagang menumpang sambil memukul kentong musik.suasana terang bulan yang sunyi menjadi suasana penuh canda tawa.

Kenyang pun terasa di perut anak-anak,unan dan bulan sepertinya sudah mengantuk,di tidurkannya bulan dengan susuan,dan terlelaplah di atas tikar.mak aminah belum shalat isya,’maka,bergegeslah mereka shalat dan nanti selesai shalat bu aminah mengajari biyah dan unan mengaji,dengan terkantuk-kantuk si unan membaca juz-ammah,dengan mata yang berat dan kepala onggak-angguk,terlihat sempoyongan,dan suara terdengar teller,ketawalah si biyah dan tersenyumlah mak minah melihat tingkah unan yang begitu lucu.

Akhirnya mereka tidur dan terlelaplah…..

Tiba-tiba datang gemuruh angin,perlahan suasana sunyi malam berubah,tiupan angin perlahan kencang,hingga kedinginanlah mereka,sepertinya mau hujan malam itu,mak minah pun siaga,pondok yang kecil itu tidak hanya bocor,tetapi juga kurang kuat,mak minah ke dapur dan mengambil kain dan di selimutkannya anak-anaknya.rintik hujan pun mulai turun,diiringi dengan suara petir yang menggelegar,mak minah memeluk erat bulan,mak minah takut bulan terbangun dan menangis,tepatlah tetesan hujan mengenai kening mak minah dari atap yang bocor,tak di herankannya lagi,ia tetap memeluk bulan.

Keesokan subuhnya,seperti biasa sebelum berangkat kerja mak minah pergi ke rumah saudagar kaya raya sebagai buruh cuci di rumahnya,rayuan pun terus di lontarkan tuan omeng,sampai-sampai akan membangun sebuah rumah besar buat mak minah apabila mak minah mau menjadi istrinya,namun tak di hiraukan.maka sepulang mencuci,dapatlah sedikit uang dari hasil cuciah hari ini,di belikanlah ubi kayu dari kebun warga yang telah panen,pagi ini mereka makan ubi kayu rebus.
Pada saat bekerja,seperti biasa teringat anak-anak di pondok,perasaan khawatir terus di rasakan,makan pun tak enak.

Sementara di pondok,tidur sianglah biyah dan adik-adiknya, kemudian datanglah tiga orang laki-laki berpenampilan semberwutan,menghampiri pondok,dengan kasarnya mereka membawa biyah dan adik-adiknya dari pondok,tak bisa berkutik apa-apa,mulut pun di sekap, dan di bawalah pergi.
Lagi-lagi mak minah merasakan kekhawatiran,sampai-sampai kepala nya pusing dan hampir roboh pada saat menajak,maka di bantulah salah satu teman kearah pondok kebun,maka mak minah resah,lagi-lagi ia ingin pamitan pulang sebentar,untuk memastikan keadaan anak-anaknya di pondok,maka bergegas sambil berlari ke pondok.

Tiba di pondok,tak ada siapapun di dalam,kaget dan khwatir lagi-lagi,berkecamuk langsung menjerit memanggil anak-anaknya sambil menangis,langsunglah ia terjun dari pondok dan pergi ke rumah tuan omeng untuk meminta bantuan.

Dengan iba,tuan omeng langsung bergegas mengerahkan anak buah nya mencari anak-anak mak minah ke hutan-hutan,barangkali penculik pergi belum jauh.maka pergilah ramai-ramai ke dalam hutan,tuan omeng pun langsung ikut serta mencari. Di tengah hutan, tiba-tiba mereka semua berhenti,tersentak kaget mak minah,lalu bertanya,mereka pun hanya diam,dari belakang di sekap lah mak minah juga oleh salah satu anak buah,lalu mereka membawa mak minah ke sebuah pondok kecil di tengah hutan,maka di lihatlah anak-anak nya di pasung di dalamnya,terlihat lemas dan kelaparan,dengan marahnya mak minah menjerit dan meronta ingin rasanya menggiling wajah tuan omeng yang merupakan dalang dari semuanya,dan berkatalah tuan omeng bahwa ia sangat sakit hati atas penolakan mak minah.

Di pasunglah mereka anak beranak di pondok kecil tengah hutan dengan sebuah pilihan oleh tuan omeng,maka akan melepaskan mereka asalkan mak minah mau menikah dengannya,atau membiarkan mereka mati kelaparan dan akan meneggelamkan Ibrahim dan Husain di anak laki-lakinya di laut apabila mak minah menolak.

Mak minah tidak bisa berbuat apa-apa,namun tidak pula gegabah mengambil keputusan,maka tidak ada keputusan hari itu,maka pergilah tuan omeng dan anak buah nya pulang,tinggalah mereka anak beranak dengan pasungan yang kuat.

malam pun menyongsong,remang-remang malam itu sangat mengerikan di tengah hutan,suara auman harimau pun terdengar,di lihat lah anak-anaknya semakin lemas dan kelaparan hingga tidak ada suara keluar dari mulut mereka,melihat kesengsaraan anak-anaknya,kuat tekad mak minah untuk keluar dari penderitaan ini,seribu akal berputar di benaknya,di lihatnya di sekitar nya,maka di lihat nya serpihan kaca di kaki biyah,maka di panggillah biyah dengan nada menyemangati biyah,maka terbangun lah biyah dan di mintanya untuk menguil kaca itu kepada nya,maka di lakukan lah biyah sehingga tepat sasaran ke mak minah,maka di ambillah kaca itu,di gesekkan lah ke tali yang meliliti tangannya,maka lepaslah tali ikatan,kemudian di pukullah pasungan yang ada di kakinya,dengan semangat lepas lah sisi pasungan,maka bebaslah,di bebaskan lah anak-anaknya,maka mereka pun berpelukan,bulan dan unan sangat kelaparan dan tidak berdaya,tak bisa berbuat apa-apa lagi,maka di lihatlah di atas pohon kelapa yang begitu tinggi,maka tampaklah serumpun kelapa muda,di panjatlah pohon kelapa maka dapatlah beberapa kelapa muda,di minumkannya ke anak-anaknya.

Anak-anak pun mulai sadar sedikit membaik,seketika terdengar suara ribut-ribut semakin mendekat,tidak salah lagi itu tuan omeng dan pasukannya,maka mak minah mencari akal agar semua kondisi aman,di goreskan nya serpihan kaca mengenai tangan nya,keluarlah dara segar begitu banyak,di sobeknya bajunya dan baju biyah,di lumurilah darah tadi,sedikit tempat sekitar di lumuri juga dengan darah,maka jadilah jejak tipuan, bergegaslah mak minah mengajak anak-anak mencari tempat persembunyian,di temukannya lah sebuah pohon besar yang berakar besar yang memiliki celah-celah yang cocok untuk persembunyian,masuk lah mereka ke dalam celah akar itu.sampailah tuan omeng seketika tak ada satupun di pondok,maka marahlah tuan omeng dengan anak buah nya,anak buah nya memperlihatkan kepada tuan omeng baju sobek berlumur darah,maka beranggapanlah mereka bahwa mak minah sekeluarga mati di makan harimau buas,maka tertawalah mereka dengan hati puas.

Hari ini Ibrahim dan Husain pulang dari laut,bahkan beberapa jam lagi mereka sampai,mak minah sangat khawatir akan dua anak laki-lakinya,takut tuan omeng meperlakukan hal yang sama sepertinya,di istirahatkannya anak-anak di akar pohon itu,dengan di tutupi daun kelapa banyak-banyak maka sekira aman,barulah ia pergi ke pelabuhan mengintai anaknya datang,maka seketika sampailah kapal ketepi,di lihatnya dengan tersenyum Husain dan Ibrahim sibuk mengemas barang-barang,maka menghampirlah tuan omeng ke kapal, di katakannyalah bahwa mak imah dan adik-adiknya mati di makan harimau saat mereka mencari pakis di tengah hutan,maka tersentak kaget tak percaya,dengan rasa khawatir mereka berdua langsung pergi ke tengah hutan,tuan omeng pun lagi-lagi tertawa kegirangan,dan menganggap mereka berdua akan bernasib sama dengan mak nya di makan harimau,di laranglah semua orang memasuki hutan yang ia anggap hutan buas.

Saat memasuki hutan,mereka di panggil oleh mak minah dari arah semak-semak,melihat mak minah mereka sangat kegirangan,lama tidak bertemu membuat mereka sangat rindu akan mak minah dan adik-adik,maka di bawalah Husain dan Ibrahim ke pohon besar berakar besar,di lihatlah adik-adiknya dengan wajah pucat-pucat,menangislah mereka berdua dan langsung bertanya.

“,bagimana bisa tuan omeng mengatakan bahwa emak  dan adik-adik meninggal di makan harimau,kami harus menghajar tuan omeng,pasti dia yang membuat emak dan adik-adik seperti ini,”cetus Ibrahim

mak minah tersenyum dan berkata :” tidak terjadi apa-apa anak ku,tuan omeng hanya mengira emak meninggal karena emak tidak pulang-pulang setelah memasuki hutan,emak kehutan karena ingin membuka lahan kebun di hutan ini,biar kita punya kebun yang luas,lihat adik-adik kalian,mereka harus tidak menderita lagi.”,alasannya.

berbohong adalah alasan yang tepat bagi mak minah agar kedua anaknya tidak memusuhi tuan omeng.

Mak minah melarang anak-anaknya bertemu dengan tuan omeng lagi,mak minah mengajak anak-anaknya membuka lahan perkebunan di tengan hutan,letak nya dekat sungai yang jernih,ada banyak ikan di sungai itu,tanah nya pun subur,bahan baku untuk membuat pondok pun tersedia dengan banyak,maka di buatlah pondok yang lebih besar dari pondok sebelumnya.
Selang beberapa bulan hidup aman,bahagia,dan segala kebutuhan hidup lebih layak dari sebelumnya,bahkan hasil kebun panen melimpah,di juallah kekota,semakin lama mereka semakin hidup serba berkecukupan.

Tersenyum bahagia mak minah melihat anak-anaknya bercanda ria,sesekali meneteskan air mata,dalam hati nya berbicara”anak kita sudah besar-besar,pintar-pintar,semoga abah bahagia di sana melihat semua ini, emak selalu menjaga hati ini untuk abah”.

SELESAI

Cerpen ini di tulis dan di karang oleh saya sendiri ANJU ARWANI,menceritakan sosok ibu yang sayang kepada anak-anaknya,ibu yang tegar sekuat tenaga menjaga anak-anaknya dan menjaga cinta sejatinya terhadap almarhum suaminya,sosok ibu yang kuat dan bertanggung jawab. ini adalah cerpen pertama saya,pertama kali menulis cerpen,mohon keritikannya,saya rasa banyak kekurangan dari cerpen ini.
Anju.arwani@yahoo.com